Monday 24 August 2009

Berpuasalah menebang pohon, lakukan penanaman pohon sejak dini, agar anak cucu tidak dahaga.










Dalam bulan Ramadhan ini, ABG menyambut dengan action yang semampu nya. Melakukan gerakan menanam pohon di halaman rumah ibadah, di beberapa titik kota. Guna menciptakan titik awal penghijauan di kota Kisaran. Sebagaimana kita ketahui, Asahan adalah salah satu daerah penghasil pohon Gaharu, namun itu dulu. Sekarang sudah sangat langka kita temui pohon gaharu ini.

Maka ABG melakukan tindakan aksi damai, dengan tidak melangkahi program pemerintah. Hanya mengingatkan kepada masyarakat, juga kepada diri pribadi. Sudah saat nya kita melaksanakan gerakan menanam pohon. Untuk penghijauan kita semua.
Dalam gerakan ini, ABG melibatkan BKM (Badan Kemakmuran Mesjid), untuk menanam bersama di halaman mesjid. Tepatnya pada tanggal 23 Agustus 2009, bertepatan tanggal 2 Ramadhan, ABG mencoba menanam pohon sejumlah 10 pohon / mesjid. Sedang mesjid yang ditanamai dengan pohon Gaharu ada 3 mesjid saja. Untuk mengawali keberadaan gaharu di Asahan. Mengenalkan, juga mensosialisasikan kepada para jama'ah Mesjid, juga para pemuka agama. Untuk dapat menyampaikan kepada seluruh masyarakat yang membutuhkan informasi ini. Kami ingin sekali mengenalkan ke seluruh warga Asahan, namun tenaga dan daya kami terbatas. Dengan biaya misal nya. Tapi apa yang kami perbuat, semoga dapat di mengerti masyarakat yang sadar akan penghijauan di daerah nya masing masing.

Tuesday 4 August 2009

Gaharu Tumbuh Liar Di Tapanuli

Salam kemakmuran.. .

Halo rekan sekalian, bolehkan saya disini sedikit banyak mulut. Eeeeh, maksudnya pengen cerita tentang pengalaman hari Jum'at lalu tentang gaharu. Tanggal 13 maret 2009, tepatnya hari Jum'at, saya diundang salah satu rekan pakar gaharu di Bogor, asli Sumatera utara ke pertemuan akbar petani di Tarutung.

Bapak Ir, Joner Pangihutan Situmorang M.Si dari Biotrop Bogor. Beliau sebagai narasumber pada acara itu, sedangkan saya adalah tamu biasa aja. Tapi karena saya undangan khusus pada acara itu, saya berksempatan duduk pada kursi paling depan, sehingga berpotensi berkenalan dengan beberapa pejabat setempat.
Ternyata acara itu juga di muati nuansa politik, untuk mendukung salah satu partai di negeri kita. Saya sedikit terkejut, karena pada undangan tersebut tidak ada berita politik segala. Tapi baiklah,ada atau tidak muatan politik tidak kita bahas. Namun, yang minta didukung namanya pada adalah juga mendukung pertanian di daerah itu.
Acara dimulai pada jam 11 wib, diadakan di gedung Serba guna Tarutung. Undangan sekitar 1500 orang, namun yang hadir ada sekitar 1700 orang. Sungguh luar biasa pikir saya, karena yang hadir pada saat itu dimulai dari petani, kelompok tani, KTNA (Kontak Tani Nelayan Andalan), Penyuluh Pertanian, Pejabat Pertanian, Seluruh jajaran Pemkab Tapanuli utara, juga tak ketinggalan Bapak TORANG LUMBAN TOBING, Bupati Tapanuli utara terpilih.

Acara berlangsung hikmat, seru dan gembira.
Satu demi satu acara di langsungkan, dimulai dari Nara sumber Bapak Ojak Siagian, mantan anggota MPR RI,yang juga pernah menjabat sebagai pengurus KTNA Nasional.
Beliau berpendapat, petani Sumatera utara tidak ketinggalan teknologi. Karena,
beberapa petani nasional masih banyak yang mempunyai nama di pertanian nasional.
Acara ke dua, Nara sumber nya bapak Ir, Joner Pangihutan Situmorang, M.Si dari
BIOTROP Training and Information Centre, Bogor.

Pada saat itu, acara berlangsung sangat hidmat seperti sedang dalam merenung masal.
Mengapa ??? Beliau menerangkan betapa pohon Gaharu yang mempunyai potensi dan nilai jual juga manfaat serta harganya yang sangat menggiurkan tersebut, ternyata sangat banyak tumbuh liar di Tapanuli utara.

Para petani terkejut, dan mengatakan: "Ai songondia do hau na dohot aha do goarna molo adong dison?". artinya,: Seperti apa sich pohonnya, dan apa nama bahasa daerah sini kalo emang benar itu ada disini???
Sungguh ironis, petani belum mengenal tumbuhan yang bernama Gaharu tersebut.
Padahal, bila petani mau investasi 10 pohon saja untuk di tanam dipekarangan rumah, dan itu dilaksanakan setiap yang namanya petani, bisa kita bayangkan, negeri ini aman, minimal tidak ada maling atau Koruptor. Karena dapat kita hitung kasar, setiap pohon akan menghasilkan getah gaharu sebanyak 3 - 5 kg saja, dengan harga rata rata Rp 10.000.000.00 / kg. Maka petani akan memanen gaharunya 7 - 10 tahun mendatang, 10 pohon dikali kan 1 kg saja dengan harga tsb diatas, maka: Rp 100.000.000. 00 / Kepala Keluarga. Bila petani / masyarakat masing masing sudah memiliki uang sebanyak itu dengan rata-rata. Secara sosial, negeri ini akan aman sedemikian rupa.
Memang benar, di Kabupaten Tapanuli utara itu sangat banyak pohon gaharu tersebut, ratusan atau bahkan ribuan tumbuh liar di sela sela pohon karet, kemenyan yang berada diatas tanah / hutan masyarakat. Artinya bukan berada di hutan lindung. Posisi paling banyak pohon gaharu itu berada di Kecamatan Adian koting dan Kecamatan Pahae Julu.

Acara selesai pada pukul 15 wib.
Masyarakat sangat antusias, sebagian besar mendatangi bapak Situmorang untuk menanyakan lebih lanjut dan tentang no hp.Juga saya, yang sedikit pun tidak bersuara atau berbicara kedepan mimbar, tapi mereka tau kalau saya adalah tamu dari luar deerah, sebagian kecil mereka juga mengerubungi atau mengadakan tanya jawab dengan saya. Mungkin tadinya saya dianggap sebagai Peneliti gaharu dari Bogor juga.

Selesai acara kami terus kerumah dinas bupati, atas undangan beliau. Ternyata bapak bupati juga merasa penasaran juga terhadap gaharu. Mengapa saya sebagai kepala daerah tidak mengetahui keberadaan gaharu di kampong saya, pikirnya.
Maka kami: Bapak Ojak Siagian, Bapak Joner Situmorang, Bapak Bloner Nainggolan (Kepala Badan Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan), Staff bupati dan Bapak Bupati berangkat dengan mengendarai mobil dinas bupati menuju lokasi pohon gaharu terdekat dan terjangkau untuk dilihat. Sekitar 30 km dari Tarutung menuju. Kecamatan Adaian koting. Yang sangat aneh saya rasa adalah bapak Torang Lumban Tobing adalah seorang bupati yang bersahaja, dekat dengan rakyatnya, terbukti dari kunjungan kami ke Adaian koting tersebut, beliau lah yang memandu atau menyupir mobil dinas bupatinya bersama sama kami. Sungguh luar biasa. Kami menanyakan: "Bah !!! Pak bupati do na mamboan mobil?" Lho, pak bupati yang menyupir mobil?
Apa jawab beliau: "Akh, bupati masa kini do!" Akh, biasa. Bupati jaman sekarang.

Nah, dari pelajaran ini, banyak yang dapat kita suri tauladani. Sebagai pemimpin daerah, bupati juga sangat mendukung tentang pertanian. Juga gaharu yang hidup di Tapanuli utara itu juga hidup di Asahan. Seperti kita ketahui, di Asahan juga ada di 2 kecamatan.Kecamatan Air batu dan Bandar pulau. Mengapa tidak kita lestarikan seperti halnya para pembudidaya gaharu dari daerah lain. Inikan suatu modal untuk masa depan kita. Untuk menyelamatkan gaharu di Asahan, mari kita lestarikan.
Mari kita hijaukan Asahan dengan Gaharu, yang memang sudah sangat langka.

Gaharu kita sudah punah, karena selama ini banyak para pemburu gaharu yang menebangnya dengan liar, dan tidak terpikirkan oleh mereka untuk mengganti tanam gaharu tersebut.Ini menjadi tanggung jawab kita untuk mengganti tanam, seperti Reboisasi. Bedanya, reboisasi kita tidak perlu tanam ke hutan, kita juga dapat menanamnya kembali di pekarangan rumah kita, atau di sekitar halaman balai desa juga halaman rumah ibadah.
Kalau bisa, mari kita sukseskan program bapak SBY, yang menyatakan di tahun 2009 ini kita harus menanam 1 pohon untuk 1 jiwa penduduk negeri ini, maka untuk ambil surplus nya mari kita tanam 10 pohon untuk setiap jiwa. Seperti yang sudah dilaksanakan Pemerintah Daerah Garut Jawa barat, setiap pasangan Pengantin baru dan pasangan yang akan mengurus perceraian rumahtangga di kantor urusan agama, di wajibkan menanam pohon agar daera Garut tersebut akan hijau berpenghijauan.

Dari cerita diatas, saya mengharapkan dukungan para rekan rekan pembaca untuk mendukung program penghijauan ini. Baik dari Asahan maupun masyarakat Asahan dimanapun berada.
Agar terwujud cita cita Gaharu di Asahan yang kita cintai ini. trampil para putera puteri nya yang akan menyongsong masa depan.

Terimakasih.

Asahan Budidaya Gaharu

Gaharu (Agarwood)

Gaharu adalah tanaman langka yang dilindungi
Sehingga Indonesia sudah kena peringatan CITES, apendix II.
Bagaimana upaya kita untuk menyelamatkan gaharu dari bumi Indonesia ini?

Yang dulu tumbuh subur, namun sekarang sudah sangat susah untuk menjumpai nya.
Dari jaman dahulu juga Indonesia sudah mengenal system export import, hanya saja cara nya yang masih sangat sederhana. Mungkin nenek moyang kita dengan system barter. Misal, dengan bangsa Tar tar, gaharu barter dengan tembikar atau guci. Dengan bangsa Timur tengah, barter dengan Minyak wangi atau sejenis nya.
Padahal, gaharu ini juga adalah sumber bibit minyak wangi. Melihat potensi yang ada, mengapa bangsa ini tidak melirik peluang yang ada. Dengan ber niaga gaharu, dampak positip nya akan memakmurkan masyarakat. Juga mewarisi perniagaan nenek moyang, yang jaman itu adalah jaman kegemilangan Indonesia kuno. Mengapa tidak meneruskan profesi nenek moyang yang gemah ripah loh jinawi, boleh disebut: Baldatun Toyyibatun Warobbun Ghofur.

Mari meminjam catatan sejarah sejenak.
Pada tahun 695 Masehi, musafir China bernama I tsing mencatat perjalanan nya. Di negeri Sri wijaya telah ada masyarakat berniaga kayu gaharu ini untuk di jual kepada bangsa Mongolia dengan angkutan kapal perang melayu.
Juga dengan para saudagar dari Gujarat dan Parsi dari Timur tengah.
I tsing ada di kota Palembang papa waktu itu ketika hendak belajar agama Budhis, karena Palembang pada waktu itu pusat pendidikan agama Budhis.

Di Asahan sendiri, nenek moyang orang Asahan juga sudah meniagakan gaharu ini sejak tahun 1451 Masehi. Orang Batak dari Porsea, dari rumpun marga Marpaung dan Hutagalung membawa dari Porsea turun gunung melalui sungai Asahan menuju dermaga Tanjung Balai. Sampai disana dijual ke para pedagang Gujarat dan Parsi juga orang orang Mongol yang ada di selat Malaka, ketika berlayar dari negeri nya. Tersebutlah Datuk Sailan, seorang saudagar gaharu, yang berasal dari rumpun marga Marpaung tadi, menjadi saudagar di Tanjung balai ketika itu.

Berarti para nenek moyang sudah sangat mengenal kayu gaharu ini dengan sebutan aneka bahasa. Orang batak bilang: Hau Alim. Minang: Kayu Kareh, Melayu: Depu atau Karas. Nah, dari aneka bahasa di nusantara ini, membuktikan gaharu sudah dikenal masyarakat nusantara. Mengapa kita para cucu moyang orang nusantara sama sekali 99% tidak mengenal lagi apa itu gaharu. Padahal ini sangat punya nilai historis, ekonomis, upacara adat / agama, dan budaya.

Ayo, dari cerita diatas, kita bersama sama untuk membangun nusantara / Indonesia ini dengan menghijaukan gaharu di bumi pertiwi ini.
Bersama menciptakan lingkungan yang asri, juga masyarakat yang sejahtera.

Amin.